Minggu, 07 Desember 2014

Pemanfaatan Nuklir Sebagai Energi Terbaru Pengganti Batu Bara

Pemanfaatan Nuklir Sebagai Energi Terbaru Pengganti Batu Bara

Oleh :

Supriady R.P Siregar

Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran
Bandung, Jawa Barat 45363 Indonesia
Email : supriady_chow@yahoo.com


Melonjaknya harga bahan bakar minyak (BBM) akibat meroketnya harga minyak mentah dunia hingga melampaui US$ 60/barel telah memaksa pemerintah Indonesia untuk meluncurkan program penghematan energi sekaligus mengkaji penggunaan berbagai sumber energi alternatif yang ketersediaannya cukup melimpah di dalam negeri. Pemanfaatan berbagai macam kekayaan alam sebagai sumber energi alternatif pengganti BBM perlu dilakukan mengingat Indonesia memiliki cadangan sumber energi yang cukup banyak, sementara cadangan dan produksi minyak bumi nasional dari tahun ke tahun cenderung menurun. 
Dalam sambutannya, Menteri Perindustrian mengatakan bahwa industri tekstil dan produk tekstil (TPT) merupakan salah satu sektor industri yang banyak menggunakan energi. Industri TPT yang paling banyak menggunakan energi adalah industri serat sintetis. Pada saat ini, industri menggunakan energi dari PLN (40%) dan dari pembangkit listrik sendiri (60%) namun sebagian besar dari pembangkit listrik tersebut masih menggunakan bahar bakar minyak (BBM). Untuk memenuhi kebutuhannya diperlukan 225.000 kilo liter solar dan 800.000 kilo liter minyak diesel per tahun.
Untuk mengatasi permasalahan dan pemenuhan sumber energi perlu dilakukan solusi terbaik yakni pemanfaatan tenaga nuklir sebagai sumber energi terbarukan yang lebih hemat dan lebih efisien. Sejarah mengatakan bahwa perkembangan nuklir dimulai pada tahun 1896 oleh Antoine Henri Becquerel yang menemukan radioaktivitas uranium. Lalu dikembangkan lagi oleh Albert Einsten, beliau meneliti nuklir hingga sampai bisa dijadikan sebuah bom. Nuklir sendiri baru dibuat untuk dijadikan sebuah senjata pada perang dunia kedua pada tahun 1942. 
Namun nuklir bukan hanya untuk dijadikan senjata perang saja, bila ditangani dengan tepat nuklir bisa dijadikan untuk menghasilkan sebuah energi. Energi nuklir saat ini telah memainkan peran signifikan dalam suplai listrik dunia dan sumber utama listrik di sejumlah negara. Produksi listrik dunia dari nuklir tumbuh cepat dan kini menyumbang hampir seperlima listrik yang dibangkitkan di negara-negara industri atau 17% pada produksi listrik dunia, dan berkisar 5% konsumsi energi primer dunia. 
Dari titik pandang independensi terhadap fluktuasi harga dan ketersediaan suplai energi, pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) mempunyai keuntungan-keuntungan nyata dibanding bahan bakar fossil dan batu bara. Alasannya, PLTN memerlukan kuantitas bahan bakar yang kecil yang dapat diadakan secara komparatif murah dan pemilik pembangkit dengan mudah dan secara ekonomis menyimpan bahan bakar untuk beberapa tahun pada keperluan masa depan. Kandungan energi uranium yang luar biasa bahwa 1 kilogram uranium deplesi jika digunakan dalam sebuah reaktor cepat akan memberikan energi setara dengan 1800 ton batu-bara. 
Kebutuhan energi terus tumbuh sementara minyak dan gas tidak akan dapat mempertahankan andil mereka dalam memasok energi begitu banyak di masa depan. Minyak dan gas alam akan menyumbang secara signifikan paling banyak selama 30 tahun pada laju penggunaan sekarang namun tidak mempunyai prospek ekspansi jangka panjang. Peningkatan dua kali tuntutan energi dunia dengan penggunaan minyak dan gas dipertahankan pada level sekarang akan memerlukan tiga setengah kali lipat peningkatan dari sumber-sumber lain. Jadi, akan ada suatu keperluan energi ekstra yang meningkat yang hanya dapat hadir dari tenaga nuklir.
Penggunaan energi nuklir akan berdampak pada penghematan bahan bakar fossil dan perlindungan lingkungan. Dengan menghemat bahan bakar fossil dunia, pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) secara langsung memberi manfaat kepada negara-negara berkembang. Saat ini, keprihatinan utama tentang penggunaan yang meningkat dan berlanjut dari bahan bakar fossil dan batu bara adalah masalah emisi CO2 menyebabkan penimbunan karbon dioksida di atmosfer bumi yang dapat membawa efek-efek berbahaya pada iklim global dan adanya emisi-emisi berbahaya lain dari pembakaran batu-bara, beberapa di antaranya berkontribusi pada hujan asam yang dapat membahayakan danau-danau dan hutan. 
Muncul kepedulian signifikan di banyak Negara terhadap pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) dan oposisi terhadap pengenalan atau pengekspansiannya. Pertimbangan keselamatan pada risiko kecelakaan, pembuangan limbah radioaktif dan proliferasi senjata nuklir telah menciptakan suatu strategi dan tujuan utama tercapainya level keselamatan tingkat tinggi yang didasarkan pada konsep membangun barrier-barrier protektif berlapis terhadap pelepasan material radioaktif dan penggunaan peralatan tambahan untuk menjamin integritas barrier-barrier tersebut. Salah satu bentuk barrier (penghalang), yang diadopsi di beberapa negara untuk reaktor berpendingin dan bermoderator air, adalah sebuah pengungkung kuat yang didesain untuk mencegah setiap lepasan material radioaktif yang mungkin timbul sebagai akibat kecelakaan. Pentingnya keunggulan desain ini telah ditunjukkan secara baik oleh kecelakaan PLTN utama yang terjadi selama operasi: kecelakaan Three Mile Island, Amerika Serikat, pada tahun 1979. 
Kecelakaan Three Mile Island tidak menimbulkan efek berarti pada publik karena pengungkung berfungsi seperti dirancang. Kecelakaan ini telah menarik perhatian terhadap rekayasa kompleks yang terlibat dalam mencegah pelelehan bahan bakar dan yang mengandung efek-efek malfungsi utama lainya. Radioaktivitas total yang lepas dari kecelakaan ini kecil, dan dosis bahaya maksimum bagi individu yang hidup di dekat nuklir (PLTN) jauh di bawah batas-batas yang telah ditentukan Internasional. 
Para ahli keselamatan reaktor sepakat bahwa bencana utama hanya dapat terjadi jika sebagian besar bahan bakar dalam teras reaktor meleleh. Peristiwa seperti ini terjadi jika pendingin teras reaktor hilang secara tiba-tiba. Oleh karenanya, perlengkapan sistem pendingin teras darurat harus selalu disiap-siagakan. Dalam hal kegagalan ini, yang menyebabkan pelelehan teras, reaktor biasanya dikungkung dalam bangunan yang dirancang untuk mencegah pelepasan radioaktif ke lingkungan. Sekitar seperempat biaya kapital reaktor-reaktor biasanya ditujukan bagi desain rekayasa untuk memperkuat keselamatan operator dan lingkungannya. 
Di Indonesia juga saat ini telah meneliti energi nuklir agar bisa dijadikan energi alternatif menyelamatkan Indonesia dari krisis energi. Tentunya kita mengharapkan nuklir bisa berperan dalam membantu mengatasi krisis energi nasional menggantikan batu bara dan fossil. Pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) sangat diperlukan untuk mendukung terwujudnya keamanan pasokan energi nasional. Pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) juga dinilai lebih kompetitif dibandingkan pembangkit listrik tenaga batu bara (PLTB) dan bahan bakar minyak atau fossil. Adapun desain suatu PLTN yang harus dikembangkan di Indonesia ini menggunakan filosofi “Defense in Depth” (pertahanan berlapis) untuk keselamatan yang mampu mencegah insiden yang dapat menimbulkan kecelakaan. 
Akhirnya, keseimbangan antara risiko dan manfaat bukanlah latihan saintifik semata. Bagaimanapun, di tengah gaung kekhawatiran publik, nuklir dalam berbagai aplikasinya tetap menjadi harapan bagi kemakmuran masa depan. 





Supriady R.P Siregar Mahasiswa Universitas Padjadjaran.. hehehe

Tidak ada komentar:

Posting Komentar